HIT & RUN (2019)
Kunci keberhasilan aksi-komedi tentu terletak pada bagaimana dua elemen dipadukan. Bukan cuma seru, sekuen aksi turut jadi materi pengocok perut penonton. Orang-orang di balik Hit & Run paham betul aturan di atas dan berusaha menjalankannya, biarpun akhirnya, talenta melucu jajaran pemain jauh lebih bersinar ketimbang pertandingan ulang antara Sersan Jaka melawan Mad Dog.
Joe Taslim sekali lagi memerankan sosok jagoan ahli bela diri, meski kali ini, bukannya mantan anggota sindikat kriminal yang sibuk membantai lawan menggunakan daging atau bola biliar, ia adalah polisi berprestasi sekaligus bintang reality show berjudul Hit & Run, di mana aksinya memberantas kejahatan ditangkap oleh kamera televisi. Tegar namanya.
Salah satu target operasi Tegar adalah Lio (Chandra Liow), penjual narkoba palsu yang ditengarai punya hubungan dengan Coki (Yayan Ruhian), bos gembong narkoba yang baru kabur dari penjara dan berniat melanjutkan produksi narkoba jenis baru. Didorong alasan personal, Tegar begitu bersemangat mengejar Coki. Tentu hal tersebut takkan berlangsung mulus. Dia memerlukan bantuan sebanyak mungkin, bahkan meski itu datang dari orang-orang tak terduga.
Selain Lio, ada Meisa Sandriana (Tatjana Saphira) si penyanyi fenomenal yang dikenal lewat lagu berjudul Taman Safari serta kepribadian nyentrik yang jelas memarodikan Syahrini, juga Jefri (Jefri Nichol) si remaja galau, penakut, dan cengeng, yang air matanya semurah gorengan pinggir jalan.
Berbeda dengan Meisa, keterlibatan Lio dan Jefri urung disokong alasan kuat (khususnya sampai sebelum babak ketiga), tapi saya tidak keberatan mengikuti kebersamaan tokoh-tokoh yang diperankan jajaran aktor dengan kegilaan komikal menyenangkan itu. Baik Tatjana melalui tingkah berlebihan yang bisa jatuh ke ranah impersonasi cringey andai diperankan pelakon yang tak mumpuni, maupun Jefri yang berusaha meruntuhkan typecast sebagai bad boy keren, mampu memancing tawa hampir di segala situasi komedik.
Hit & Run pun bergerak layaknya tabrak lari, alias enggan menginjak rem, berusaha melaju sekencang mungkin termasuk di luar sekuen aksi. Sayang, acap kali gerakan momen-ke-momen miliknya kasar, baik disebabkan banyaknya lompatan mendadak dalam naskah buatan Upi (Sweet 20, Teman tapi Menikah, My Stupid Boss) dan Fajar Putra S., ketiadaan shot transisi, atau kombinasi keduanya.
Sedangkan gelaran aksinya, walau secara mengejutkan berani menumpahkan (sedikit) darah dan (sekelumit) kekerasan eksplisit, tak pernah terasa spesial. Penyutradaraan Ody C Harahap (Skakmat, Kapan Kawin?, Orang Kaya Baru) berusaha memancarkan energi melalui permainan kamera, namun kurang berhasil akibat hanya fokus pada mempercepat gerak kamera alih-alih berusaha menangkap koreografi secara maksimal. Beruntung, Joe Taslim selalu jadi jagoan laga yang bisa diandalkan. Bersenjatakan kepercayaan diri tiada tanding ditambah kemampuan bela diri kelas satu, Joe adalah protagonis sempurna bagi tontonan semacam ini.
Memandang statusnya selaku aksi-komedi, pula keterlibatan nama-nama besar dunia laga tanah air, Hit & Run berpotensi tampil kaya warna. Perpaduan dua genre bekerja cukup baik dalam adegan “truk” yang diisi kekacauan dan kekonyolan memadahi, tapi klimaks yang amat dinanti sedikit meninggalkan kekecewaan. Terdiri atas beberapa aksi beruntun bergaya terlalu serupa, klimaksnya kehilangan daya cengkeram begitu tiba di baku hantam antara Joe Taslim melawan Yayan Ruhian, walau sejatinya partai puncak tersebut dibalut koreografi terbaik. Rasa lelah terlanjur menumpuk, namun keseluruhan, tidak sampai mengalahkan perasaan terhibur yang ditimbulkan.