THE SECRET LIFE OF PETS 2 (2019)
Meraup pendapatan lebih dari $875 juta, kedatangan sekuel The Secret Life of Pets jelas bukan kejutan. Demikian pula fakta bahwa The Secret Life of Pets 2 tak menawarkan jalinan alur solid, mengingat animasi ini dibuat oleh Illumination yang berani membuat film panjang soal eksploitasi kekonyolan Minions belaka. Dan layaknya mayoritas judul studio tersebut, karya penyutradaraan Chris Renaud (Despicable Me, The Lorax, The Secret Life of Pets) ini mampu memproduksi tawa, biarpun penulisannya begitu malas, bahkan untuk standar Illumination.
Saya pun ragu menyebut film ini mempunyai cerita, ketika naskah buatan Brian Lynch (Puss in Boots, Minions, The Secret Life of Pets) cuma menyajikan tiga sketsa terpisah yang dijahit sekenanya, sebelum dipaksa bersinggungan arah pada babak ketiga. Rasanya seperti menonton episode spesial kartun televisi Minggu pagi.
Pertama, ada Max (Patton Oswalt) yang merasa resah setelah pemiliknya memiliki bayi. Liam namanya. Selayaknya bayi, tentu ia kerap membawa kekacauan di rumah. Tapi seiring pertumbuhan Liam, tumbuh pula kepedulian di hati Max. Terlalu peduli malah, sebab Max menjadi paranoid, berlebihan mengkhawatiran kesalamatan si bayi. Sampai suatu hari mereka berlibur ke sebuah peternakan, di mana Max bertemu Rooster (Harrison Ford), anjing gembala tangguh yang mengajarinya soal keberanian menatap kerasnya dunia.
Sepanjang liburan, Max menitipkan Busy Bee, mainan favoritnya, kepada Gidget (Jenny Slate). Malang, Gidget menjatuhkan Busy Bee ke rumah wanita tua yang dipenuhi puluhan kucing beringas. Sementara itu, anjing shih tzu bernama Daisy (Tiffany Haddish) meminta bantuan Snowball (Kevin Hart) untuk menyelamatkan Hu, seekor harimau putih yang disiksa oleh Sergei (Nick Kroll), pemilik sirkus kejam.
Begitulah. The Secret Life of Pets 2 mengisi durasi pendeknya (86 menit) dengan mempertontonkan tiga cerita pendek yang bahkan kalah memorable dibanding lagu Panda yang dinyanyikan Kevin Hart sebelum kredit akhir bergulir. Tanpa modifikasi, tanpa hati, penonton sejatinya tak perlu menyisihkan uang serta waktu mengunjungi biokop guna mencari hiburan semacam ini.
Mengingat statusnya sebagai tokoh utama, petualangan Max pun jadi penceritaan yang palingn mendekati “layak”. Saya bisa membayangkan kisah serupa diangkat oleh animasi lain dengan kualitas lebih baik, sehingga menjadi tontonan yang lebih bermakna dan berperasaan. Tapi akibat pendekatan bak sketsa, tahapan pengembangan pun dipangkas habis (Max berubah setelah mengalami satu insiden saja) demi memberi waktu pada deretan situasi komikal ringan.
Beruntung, kehampaan ceritannya urung menyiksa berkat humor yang bekerja cukup baik, setidaknya jika anda termasuk golongan seperti saya, yang menikmati cara konyol film ini menjelaskan absurditas perilaku hewan-hewan khususnya kucing. Lynch mungkin malas berusaha mengkreasi jalinan alur yang memadai, namun ia bersedia memeras otak memikirkan ide segar untuk memancing tawa.
Tapi sekali lagi, The Secret Life of Pets 2 adalah kumpulan sketsa. Walau terdiri dari tiga buah sekalipun, daya bunuhnya tak mampu bertahan itu. Mendekati satu jam, pesonanya nyaris terkikis habis. Bahkan ketika para pengisi suara seperti Tiffany Haddish, Kevin Hart, hingga Lake Bell sebagai Chloe si kucing gemuk pemalas telah unjuk gigi, The Secret Life of Pets 2 tetap kekurangan energi.