SINOPSIS Your Honor Episode 27 PART 3
Penulis Sinopsis: Cristal
All images credit and content copyright: SBS
Supported by: sinopsis-tamura.blogspot.com
Supported by: sinopsis-tamura.blogspot.com
Baca Juga
Kepala Hakim sudah ada di ruangan Kang Ho saat sidang selesai. So Eun pamit, tapi Kepala Hakim memintanya tetap di sana.
“Waktumu tinggal 10 hari lagi, bukan?” tanya Kepala Hakim. So Eun membenarkan. “Datanglah ke ruanganku mulai besok. Pelajarilah preseden sebelum pulang.”
So Eun terkejut dan melihat ke arah Kang Ho. Kepala Hakim bilang Kang Ho yang memintanya karena So Eun membutuhkan hakim pelatih. “Ya, aku paham,” kata So Eun.
Kepala Hakim meminta Kang Ho mengisi lembar evaluasi karena So Eun bekerja untuknya. “Sudah kuisi,” kata Kang Ho lalu mengambil sebuah berkas dari mejanya. Ia memberikan berkas itu kepada Kepala Hakim.
“Apa? Kau memberikan skor sempurna di tiap kategori? Apa dia seperti itu?” tanya Kepala Hakim terkejut. So Eun juga terkejut dengan nilainya. Kang Ho bilang orang seperti So Eun jarang ditemukan. “Kau akan mendapat skor tertinggi di kelasmu.”
Kepala Hakim mengajak Kang Ho minum bersama setelah berhenti bekerja nanti. Kang Ho setuju. “Kemarilah, berandal. Astaga,” kata Kepala Hakim lalu memeluk dan menepuk-nepuk punggungnya. Mereka tersenyum, lalu Kepala Hakim pergi.
So Eun bilang tadi Kang Ho membaca putusan tanpa mengubah satu kata pun. Itu membuatnya merasa seperti ia yang memberi putusan. Ia berterima kasih karena Kang Ho telah mempertimbangkan opininya.
Kang Ho tersipu. So Eun pamit keluar, tapi Kang Ho melarangnya. Kang Ho melepaskan jubah hakimnya. “Cobalah,” kata Kang Ho. So Eun terkejut dan menolaknya. “Tidak apa-apa. Kenakan ini.”
So Eun: “Mana bisa aku memakainya? Toga itu suci seperti pengadilan. Tidak semua orang bisa memakainya.”
Kang Ho: “Ini hanya sehelai pakaian. Toga hitam. Memakainya tidak akan menjadikanmu seorang hakim. Tidak memakainya tidak akan mencegahmu menjadi hakim.”
So Eun: “Tetap tidak bisa. Aku sungguh tidak bisa. Tidak akan kupakai.”
Walaupun So Eun tidak setuju, Kang Ho tetap memakaikan jubah hakimnya pada So Eun.
Kang Ho bilang ia ingin melihat So Eun memakai jubah itu. “Hanya ini yang harus kulakukan, bukan?” tanya So Eun. Kang Ho mengambil ponselnya dan akan memfoto So Eun. “Tidak. Anda sudah gila, ya?” Kang Ho tidak jadi memfoto. “Maaf, aku menyebut Anda gila. Tapi jangan memotret.”
Kang Ho bertanya apakah So Eun tidak bisa memberikan foto yang bisa ia simpan seumur hidupnya. So Eun menunduk malu.
Ibu sedang berkebun saat mendapat telepon dari Soo Ho. Ia bertanya apa Soo Ho sedang tidak sibuk dan apakah Soo Ho sudah makan.
Sambil memasukkan barang-barang ke dalam tas, Soo Ho memberitahu ibunya bahwa ia tidak bisa ke sana akhir pekan nanti. Ibu bilang ia harus mengatakan sesuatu kepada kedua putranya. Soo Ho tetap bilang kalau ia tidak bisa ke sana.
“Aku mengundurkan diri. Surat pengunduran diri sudah kuserahkan,” kata Soo Ho sedih. Ibu terkejut dan menanyakan alasannya. “Ibu…” Ibu kecewa karena Soo Ho tidak membahas hal itu dengan dirinya. “Jangan begitu. Aku tetap anak ibu meski bukan hakim lagi. Aku akan memberitahu ibu setelah semuanya beres.”
Ibu kebingungan.
Soo Ho lalu pergi sambil membawa tas yang ia siapkan tadi.
Sementara itu, Kang Ho sedang mencari informasi tentang Choi Min Gook dari database Pengadilan. Di file tersebut tertulis riwayat Min Gook atas perbuatan penyerangan, penipuan, pelanggaran aturan perumahan, serta pemerkosaan dan penyerangan.
Kang Ho mengingat saat So Eun bercerita tentang pelecehan seksual yang dialami kakaknya. So Eun berkata terdakwa tidak dihukum, bahkan kakaknya balik diserang. “Kakakku menjadi wanita tidak tahu malu yang berusaha mendapatkan uang damai setelah gagal menggoda mahasiswa kedokteran,” kata So Eun saat itu.
Kang Ho membaca laporan kasusnya. ‘Saat hanya mereka berdua masuk ke pondok, dia bisa saja… Meski dia berhasil melawan, dia tidak melawan secara fisik.
“Bedebah itu punya 6 pengacara,” kata So Eun. Kang Ho menebak pelaku berasal dari keluarga kaya raya. “Benar. Dia putra dari Direktur Choi Byung Heon yang terkenal, Choi Min Gook.”
‘Terdakwa harus membayar denda 1500 dolar.’ Hanya itu hukuman yang diterima Min Gook.
Kang Ho berpikir keras untuk menyelesaikan kasus itu. Ia lalu menelepon seseorang, “Astaga, halo… Ini Han Kang Ho pemarah. LUangkan waktumu sebentar. Tentu, aku tahu. Kau memang sangat berbudi sampai tidak bebas menemui orang. Aku akan mampir ke sana.”
Di Kantor Kejaksaan, Jung Soo bilang Soo Ho mengacau di hari terakhirnya bekerja. Ia bilang seorang pengacara yang aktif datang jauh-jauh ke kantornya dan menjalani penyelidikan. “Dia tidak harus menindaklanjutinya, tapi dilakukan juga. Dia pintar berpura-pura. Karena sudah melapor, dia akan menyelidiki juga?” kata Sang Cheol.
Jung Soo mengatakan bahwa melaporkan pada Jaksa di tengah pengadilan tidak terjadi setiap hari. Ia juga bilang kalau Jaksa Agung terlibat masalah tersebut dan meminta mereka harus menjadi pelindung keadilan. Ia bilang semua akan berjalan lancar dengan mengeluarkan surat perintah.
Sang Cheol yakin kalau media akan berpihak pada mereka. “Jadilah jaksa terbaik dengan kasus ini,” pesannya. Jung Soo tertawa kecil dan bilang hal itu membuatnya pusing. “Itu yang akan terjadi jika peranmu kecil, tapi saat menjadi yang terbaik, kau tidak bisa disentuh. Jung Soo tertawa lagi.
Jung Soo: “Tidak bisa disentuh?”
Sang Cheol: “Mau bertaruh kau akan menjadi jakas terbaik atau tidak?”
Jung Soo: “Tidak. Kau harus menjadi pengacara terbaik. Hidupmu harus bersinar setelah melampaui ayahmu.”
Sang Cheol bilang dokumen mengenai penghindaran pajak yang dilakukan ayahnya akan segera diserahkan. Ia meminta Jung Soo mengurus kasusnya.
“Dia bahkan tidak tahu dunia akan selalu berubah dan dia hanya berpegang pada Osung. Bagaimana dengan Han Soo Ho? Dia akan ke tempat yang bagus?” tanya Jung Soo. Sang Cheol bilang ia belum tahu itu, tapi ia yakin Soo Ho tidak akan bergabung dengan firma hukum atau konglomerat. “Sudah kuduga. Siapa yang mau menerima hakim yang menimbulkan keributan?”
Jung Soo menduga kalau Soo Ho harus bekerja sebagai pengacara biasa. “Lihat saja. Akan kuhancurkan bedebah itu sampai berkeping-keping,” lanjutnya.
Kang Ho menatap tanda pengenal Soo Ho, lalu meletakkan di atas meja kerjanya. Ia menatap seluruh ruangan, lalu menghela napasnya dan meninggalkan ruangan yang ia gunakan beberapa waktu terakhir dengan menggunakan identitas Soo Ho.
Saat membuka pintu, para staf sudah menyiapkan sebuah kue untunya. Bok Soo berharap harapan Kang Ho dapat terwujud kemana pun ia pergi. Ia terharu dan berterima kasih kepada mereka.
Eun Jung bilang ia sudah bekerja lebih dari setahun di sana, tapi baru sekarang-sekarang ini ia bisa bicara dengan Kang Ho. “Terima kasih, Yang Mulia,” ucapnya.
“Saat mengumpulkan tanda tangan untuk beralih ke posisi permanen, Anda tidak menandataganinya. Aku marah dan membenci Anda. Aku tidak tahu Anda sangat baik. Maafkan aku,” kata Dong Shik. Bok Soo memarahi mereka berdua karena sangat cerewet. Ia mempersilakan Kang Ho meniup lilinnya, tapi ia sendiri malah bicara lagi.
“Beritahu aku jika dokumen untuk kantor administrasi merepotkan,” kata Bok Soo. Kang Ho mengangguk dan akan meniup lilinnya, tapi Bok Soo bicara lagi. “Sejak Anda datang ke kantor ini setelah dipekerjakan di Departemen Pidana Individu…”
Bok Soo mulai menangis. Kang Ho menertawainya pelan.
So Eun menyodorkan lilin di kuenya. “Buatlah permohonan,” ujarnya. Kang Ho memejamkan matanya untuk membuat permohonan, lalu meniup lilinnya.
Para staf bertepuk tangan untuknya.
So Eun mengantar Kang Ho keluar ruangan. Ia bertanya ke mana Kang Ho akan pergi. Kang Ho bilang ia akan mencari pekerjaan. “Sebagai chef?” tanya So Eun. Kang Ho tersenyum lebar dan mengangguk.
“Aku akan mampir nanti. Aku akan membawa hadiah dan memasak untukmu. Sampai jumpa,” kata Kang Ho sambil mengajaknya tos.
So Eun tersenyum dan meletakkan tangannya ke telapak tangan Kang Ho, lalu menggenggamnya, seakan tidak mau melepaskannya.